Lanjut ke konten

SELAMATKAN DANAU TOBA

17 April, 2007

Danau Toba yang indah dan permai, “mambahen malungun saluhut nasa bangso” demikian syair dan lagu Nahum Situmorang merupakan pemujaan atas keindahan danau yang mengelilingi Pulau Samosir ini. Memiliki udara yang sejuk yang berpengaruh kondusif terhadap pertanian Padi, Palawija dan Peternakan di daratan sekitarnya

Danau Toba tempat mandi dan minum dan sumber hidup nelayan “partoba” barangkali akan menjadi kenangan yang tidak akan dirasakan lagi. Pencemaran Danau Toba saat ini menurut penelitian para pakar sudah dalam keadaan “kronis” dan membutuhkan perawatan yang serius.
Danau Toba yang dikelilingi 5 Kabupaten belum memiliki satu sistim terpadu untuk mengatasi segala gejala dan permasalahan yang terjadi. Gencarnya upaya promosi prawisata dengan mengandalkan panorama Danau Toba tidak seimbang dengan apa yang diberikan untuk pelestarian atau “penyelamatan” danau ini.
Bagi wisatawan mancanegara, keindahan tidak sekedar untuk diperoleh, akan tetapi partisipasi masyarakat untuk memelihara keindahan itu termasuk indikator ketertarikan bagi mereka, disamping budaya yang tidak sekedar dipertontonkan tapi ada dalam kehidupan masyarakat. Barangkali kita tidak sadar bila mereka berbisik dalam hati bahwa sungguh kita ini sangat tidak perduli akan rahmat keindahan yang kita miliki dan budaya kita yang kita hancurkan sendiri. Kegiatan kita hanya ingin menjual tanpa peduli bagaimana memeliharanya. Mereka juga punya mata dan mulut yang kita tidak mampu membatasi bisikan bahwa Danau Toba sudah tercemar dalam kondisi kronis.
Bagi masyarakat yang dulunya hidup layak saat ikan mujahir dominan di Danau Toba terpaksa mengalami nasib buruk setelah ada kebijakan tanam udang disana. Konon udang tidak meningkatkan pendapatan nelayan, justru menghancurkan. Kebijakan baru muncul lagi dengan menabur benih ikan yang disebut masyarakat “ikan begu” yang belum membawa arti penting bagi penghasilan nelayan. Pasar masih menginginkan mujahir yang gemuk dan lejat.

Kapitalisme perikananpun masuk ke Danau Toba, keramba menjamur memproduksi ikan yang pasarnya ekspor. Masyarakat nelayan kebanyakan tidak mendapat manfaat karena hanya mengandalkan sebuah sampan dan satu dayung ditambah jaring. Entah ikan apa lagi yang akan masuk ke perairan Danau Toba tanpa bertanya kepada masyarakat nelayan, apa sebenarnya yang mereka inginkan sehingga partisipasi mereka melestarikan Danau Toba meningkat

Kepedulian semakin hilang. Jala apung yang banyak menghasilkan limbah kotoran ikan yang terapung terlihat dipermukaan Danau Toba. Tumbuhan lumut menjadi subur, yang konon sangat menggangu bagi turis yang ingin menyelam. Pernah terjadi turis lokal mati hanyut karena kaki terbelit lumut. Bila kita memandang ke dalam perairan Danau Toba, kenyataan mencekam ini akan kita temukan disana.
Eceng gondok yang dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan tangan belum tersentuh. Di satu pihak, enceng gondok mencemari Danau Toba, tapi manfaatnya dapat sebagai filter air. Namun menurut beberapa pemikir, eceng gondok akan seimbang bila angin memecah dan dialirkan ke sungai Asahan. Bila ditambah dengan pengelolaan eceng gondok untuk bahan kerajinan barangkali keseimbangan akan tercapai

Dengan adanya kebebasan perambah hutan dan pengusaha HTI di daerah tangkapan air Danau Toba, sungai-sungai sudah mengalirkan air keruh dan lumpur yang semakin lama akan mempersempit Danau Toba.
Ancaman besar bakan muncul setelah PLTA Renun dioperasikan. Inilah bukti ketidak pedulian antara teknokrat dengan penguasa terhadap Danau Toba. Disini teruji kemampuan kita untuk menghargai apa rahmat yang telah kita terima
Untuk Danau Toba, apa yang kita pikirkan? Apa yang harus kita lakukan?
Selamatkan Danau Toba sekarang juga ! ! ! !

14 Komentar leave one →
  1. Esther Purba permalink
    15 September, 2007 10:40 am

    Salam kenal,

    Senang sekali bisa menemukan dan membaca situs ini. Saya Batak Simalungun, tidak bisa berbahasa BAtak, setamat SMA melanjutkan kuliah di Yogyakarta dan bekerja di Jakarta. Dari lahir terbiasa mendengar bahasa Indonesia dan Jawa….tetapi saya tetap orang Batak dan saat ini sedang berusaha mencari tahu lebih banyak tentang adat istiadat dan budayanya.

    Mengenai tulisan yg saya kutip dari atas:

    “….Entah ikan apa lagi yang akan masuk ke perairan Danau Toba tanpa bertanya kepada masyarakat nelayan, apa sebenarnya yang mereka inginkan sehingga partisipasi mereka melestarikan Danau Toba meningkat…”

    Apakah pernyataan di atas sepenuhnya benar? Saya mengenal beberapa orang yg dari kota besar yg opungnya penduduk asli dari kampung di tepi DAnau Toba, membuka usaha keramba ikan mas di Danau Toba. DAri sejauh yg saya tahu, lahan di kampung tepian Danau Toba sudah nyaris tidak produktif lagi. Itulah sebabnya, masyarakat setempat (lokal bukan hanya dari kota besar) beralih mata pencaharian menjadi peternak ikan di keramba.

    Saya pun prihatin dengan kondisi Danau Toba saat ini. Ketika masih kanak-kanak (sampai SMA), orang tua kami sering mengajak kami untuk berwisata ke Parapat. Kebetulan opung saya dari pihak ibu juga kampungnya di satu desa di tepi Danau Toba. Dulu, saya masih bebas berenang dan bisa melihat ikan mujair di dasar danau di kedalaman 2 meter. Air masih jernih….Sebulan lalu saya ke sana dan mengajak keponakan. Saya was was untuk berenang dan tidak mengijinkan keponakan saya berenang. Sampah berserak di mana-mana dan keramba ikan terlihat di mana-mana.

    SELAMATKAN DANAU TOBA…..
    Kegiatan partisipatoris (melibatkan komunitas lokal atau perantau) seperti apa yg sudah dilakukan (atau akan direncanakan) oleh Pamita? Saya mau terlibat.

    Saya sedang mengusahakan kegiatan pemetaan kawasan Danau Toba yg melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Kegiatan ini berusaha memetakan potensi alam, budaya, dan adat istiadat suatu kawasan dalam hal ini Danau Toba,. Melalui pemetaan, diharapkan masyarakat (lokal dan perantau) lebih mengenal lingkungan tempat tinggalnya dan setelah mengenal kondisi baik-buruk lingkungannya, akan tergerak untuk mengupayakan perawatan dan pelestariannya. kegiatan ini bersifat sukarela dan nonprofit. Saya bisa mengusahakan kerjasama dengan pihak yg kompeten dalam bidang ini.

    Yang sedang saya usahakan cari saat ini adalah lembaga dan orang-orang yg mau kerjasama (SUKARELA dan TIDAK BERORIENTASI UANG) untuk berpartisipasi nantinya langsung di kawasan Danau Toba. Tentu di kawasan yg memiliki potensi alam, budaya, dan adat yg kondisinya saat ini masih terawat dan atau sudah nyaris rusak.

    Mungkin untuk pertama, saya bisa bertemu dengan anggota PARMITA di Medan atau Laguboti untuk membicarakan kemungkinan kerjasama kegiatan ini?

    Silahkan hubungi saya di telp: 0818-264917 (sms) atau e-mail Esther_Purba@mailcity.com

    Terima kasih,
    Salam,
    Esther

  2. pamita permalink*
    18 September, 2007 10:29 am

    @ Ester
    Perusahaan keramba yang berserak di Danau Toba adalah 90 persen milik kapitalis. Hanya sebagian kecil dimiliki masyarakat sekitar yang memiliki modal. nelayan tradisional tidak dapat lagi menikmati hasil tangkapan ikan seperti 25 tahun lalu.

    Pamita belum memiliki program konkrit pelestarian Danau Toba, karena menunggu setelah munculnya LTEM (Lake Toba ekosistwm managemen) yang didalamnya terlibat para pejabat Propinsi. Sudah lima tahun Lembaga ini muncul tapi tidak terasa dampaknya.

    JICA sudah pernah melakukan program partisipatip pengelolaan Danau Toba, juga tidak berujung kepada yang diharapkan

    Bila anda membutuhkan teman-teman yang ada di Pamita sebagai mitra kerja akan kmi sambut dengan baik. Terima kasih.

  3. Esther Purba permalink
    19 September, 2007 5:35 am

    Pamita yang baik,

    Terimakasih atas perhatiannya.

    Sepertinya pemda memiliki pengertiannya sendiri terkait usaha dalam “memajukan” Danau Toba. Dapat dilihat dalam situs mereka yg menyatakan “…DAnau Toba merupakan lahan potensial untuk pengembangan perikanan….penurunan wisatawan disebabkan oleh ditutupnya pabrik pulp PT. Indorayon yg melibatkan investor asing….”
    Hanya orang bodoh yg tertutup mata, hati, dan pikiran yg akan percaya pd pernyataan itu.

    Saya sungguh-sungguh dengan kegiatan saya ini. Kegiatan ini bisa melibatkan orang muda (anak sekolah) dan didukung ooleh kaum adat (sebagai sumber informasi) dan pamita sebagai penghimpun partisipan. Kegiatan pemetaan potensi budaya dan alam ini (Peta Hijau) ini bersifat belajar mengenali lingkungan tempat tinggalnya dengan menyenangkan tentunya. Silakan lihat situs Green Map (Peta Hijau) di http://www.petahijau.wordpress.com . kOmunitas ini memiliki jaringan internasional dan nasional. Saya berharap Danau Toba memiliki Peta Hijau yg bisa kita rintis nanti.

    Saya prnah mengirim e-mail ke pamitapanuli@gmail.com dan menelepon ke 0632 – 331196, tetapi dijawab bahwa nomor ini bukan kantor melainkan apotik di kampung LAguboti. BAhkan orang di apotik tersebut tidak pernah mendengar keberadaan lembaga ini di Laguboti. Apakah sudah pindah?
    Ada orang yg bisa saya temui di Medan? Jika pamita tertarik, komunikasi saya dengan Green Map pusat di Indonesia bisa di cc kan dengan pamita.

    Niat saya mengusahakan agar kegiatan ini bersifat mandiri, tidak perlu kerjasama dengan pemda jika memungkinkan. Ini bisa disepakati nanti.
    Mohon balasannya ya 😉

    Diate tupa 😉

    *** Mauliate boto 😀

  4. Ronny Siagian permalink
    7 Desember, 2007 2:02 pm

    Aku pulang kampung ke Soposurung Balige, pastilah enak kali berenang di Lumban Silintong pikirku.
    Aku sangat membanggakan keindahan Lumban Silintong tempatku dulu mangkail, lompat kapala sian Pahoda, ow..enak kali.

    Aku memang sudah lama tidak kesana, jadi maklumlah kalau sudah mulai pangling alias lilu.
    Tapi benar-benar lilu saya bah, di pinggir Danau ku, sudah ditutupi tenda-tenda.
    Aku tidak tahu tenda apa itu, apakah murni restoran atau apa itu.
    Mau berenang di pantai, kok tidak ada tempat kosong lagi selain tenda.
    Tidak apalah, nanti paling pesan makanan dan minuman, aku sudah tidak tahan lagi untuk berenang.

    Tapi, kok airnya pada keruh, warnanyapun kuning-kuning tak jelas.
    Mau berenang diamana ?
    Aku melompat menghempaskan badanku kedalam air, ow..kok jadi seperti lumpur.
    Uh… aku menjerit, dari dalam danau, aku berteriak “kenapa jadi begini ?”.
    Tega kalilah orang-orang yang merusak Danau Toba ku ini.
    Bukannya makin bersih setelah mandi di Danau Toba ku, tapi malah berlumpur.
    Aku tidak tahu harus membersihkan badan dimana ?

    Siapa yang bertanggung jawab dengan semua ini ?
    Tolonglah, dongan-dongan yang sudah jadi pejabat dan pemikir dan angka namora.
    Bagaimana menyelamatkan Danau Toba yang dulu indah.
    Danau Toba itu indah sekali, pasti Danau terindah di dunia, kita pemiliknya.

    Tolonglah dongan-dongan, bagaimana caranya ?
    Kelihatannya harus ada pejabat tinggi yang perduli.
    Ah.. tak ada lagi menteri
    Amanta TB Silalahi kelihatannya perduli dengan Danau Toba, mungkin juga Amanta Lundu Panjaitan, yang lain-lain bagaimana ?

    Horas
    Ronny Dapot Parulian Siagian

  5. 19 Desember, 2007 2:26 am

    Masalah Danau Toba kelihatannya semakin ruwet. Tercemar, pendangkalan, kotor dan seterusnya. Dari segi kualitas air, mungkin sudah hampir mendekati titik rawan.
    Kualitas air rendah, tercemar dan kotor disebabkan oleh limbah yang masuk ke danau toba berupa: pertama limbah industri, kedua limbah rumah tangga, dan ketiga limbah pertanian/perikanan.

    PERTAMA; Secara kuantitatif, industri yang berada disekitar Danau Toba mungkin belum terlalu banyak (saya tidak punya data). Artinya masih relatif mudah untuk dilokalisir. Tinggal kemauan kuat dan law enforcemnet agar industri-industri itu mematuhi aturan. Supaya aturan bisa ditegakkan, maka iklim aturan harus kuat. Nah ini yang kelihatannya sulit. Peraturan sudah ada, tapi orang yang menjalankan tidak kuat menahan godaan. TAPI masih bisa diperbaiki.
    KEDUA; Limbah rumah tangga, ini sebenarnya sudah terjadi sejak jaman dulu, sejak ada manusia yang tinggal di sekitar danau. Sampah dari dapur, dari rumah, limbah dari WC, sisa pencucian di pertenunan, sisa pencucian restoran, sisa pencucian dari bengkel. Semua itu masuk ke Danau Toba. Dan itu terjadi sejak puluhan tahun lalu. Tinggal hitung saja berapa orang tinggal disekitar danau, ya di Balige, Parapat, Tomok, Porsea dan kawasan sekitarnya. Kategori limbah rumah tangga ini jumlahnya cukup banyak.

    Sejak lama limbah ini kan tidak pernah dikelola.
    Apakah sekarang sudah ada pengolahan limbah di kota-kota itu, rasanya belum. Kalau begitu ya tidak heran kalau Danau Toba tercemar.
    Limbah rumah tangga ini harus diolah, kalau tidak, hancurlah Danau Toba. Kota-kota di tepi danau itu yang ikut mencemari danau.
    Inipun BISA dikelola, asal ada keinginan yang kuat dari semua pihak termasuk masyarakat. Jangan cuma menyalahkan pihak lain saja.
    KETIGA; Limbah pertanian/perikanan. Sejak lama (dulu) sawah ladang disekitar danau Toba mengalirkan air ke danau. Terbawa juga sisa pupuk, sisa pestisida dan sisa limbah pertanian (daun yang busuk dll). Inipun sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Ketika keramba semakin ramai, sisa pakan ikan pun semakin banyak.

    SEKARANG semua limbah itu menumpuk tanpa pernah diolah, maka jadilah lumpur didasar danau, tumbuh enceng gondok, karena banyak limbah organik. Danau menjadi kotor. Jadi pada dasarnya kita semua ikut mencemari Danau Toba.

    MAU membersihkan?,
    Silahkan membenahi pertanian, persawahan. Mari membenahi sampah dari rumah tangga, limbah WC kita . Mari mengelola industri dengan benar,
    Semua harus ikut ambil bagian, dari murid SD sampai Gubernur, petani, wartawan, parrenge-rengge, polisi, pokoknya semua.
    Siapa yang harus menggerakkan, leadingnya mestinya Propinsi Sumatera Utara, anggotanya semua unsur.

    Jadi mulai hari ini, jangan buang sampah ke saluran yang menuju Danau Toba. Jangan alirkan WC dari rumah kita ke saluran yang menuju Danau Toba.
    Jangan cuma mau menunggu orang lain, tidak harus pejabat tinggi. Parlapo pun bisa ikut memperbaiki.

    Danau Toba masih bisa diselamatkan.

  6. merdi sihombing permalink
    13 Januari, 2008 3:56 pm

    satu hal yg jg perlu ditanggap dgn serius yaitu limbah hasil pewarnaan kimia dari pencelupan benang yg akan ditenun mnjadi ulos.kebayang gak seh…segitu banyak pencelupan yg dilakukan dari mulai kab.samosir,kab.tobasa,kab.humbang,kab.simalungun.ngeri kali huilala….

  7. Esther permalink
    28 Januari, 2008 10:15 am

    Saya baru sadar bahwa ada sumber pencemaran lain yang berasal dari pencelupan benang bahan ulos hasil pewarnaan kimia. Bang Merdi Sihombing ini kan perancang kondang yg tekun mengusahakan bahan ulos untuk menjadi busana dengan memodifikasikannya dan berusaha mengangkat ulos agar sejajar dengan songket yang saat ini lebih dipilih ibu-ibu Batak ke pesta pernikahan. Di satu sisi ingin mengembangkat kerajinan tenun ulos yang bisa memberi lahan pekerjaan bagi masyarakat di kampung…hmmmmm mungkin BISA DIPIKIRKAN alternatif bahan pewarna dari bahan alami seperti yang pernah dbuat opung kita dahulu.

  8. Rondang br Siallagan permalink
    7 Februari, 2008 10:42 pm

    Horas, baru bertemu dengan web anda…numpang koment ya…

    Sungguh2 shock membacanya/mengetahuinya sudah separah itukah kondisi air D.Toba…berlumpur…?????
    Tahun 1999 terakhir saya pulang …masih kondisi baik..air masih bersih…masih bisa berenang …8 tahun saya tidak pulang, kondisi air seperti ini….
    Dimana nanti anak-anak berenang lagi….disitunya kesenangan mereka berenang…sepuasnya…dialm terbuka di tempat ompungnya.
    Sudah saya bayangan anak2 akan puas berenang bila kami jadi pulang tahun ini…
    Membaca/mengetahui ini …bayangan sirna yang tinggal shock….Separah itukah..?
    Ini harus ……. “SEGERA DISELAMATKAN”…….
    sebelum lebih parah lagi. Pemandangan D.Toba terindah diseluruh dunia, dunia mengakui tersebut…tapi melihat kondisi air…keindahan jadi timpang…
    Yang dipromosikan bukan hanya pemandangan saja…semua termasuk kondisi air….

    I’M SHOCK…..!!!
    Satabi ma Ito.. Mauliate informasi muna on!!!
    Horas!!!!

  9. Rondang br Siallagan permalink
    7 Februari, 2008 10:52 pm

    O..ya, perkenalan dulu…saya nenemukan web anda dari “tanobatak.wordpress”

    Horas.
    Sidney, Rondang.

    *** Pos ma roham ito, hita do disan hita do dison 😀

  10. Damaris Barus permalink
    2 April, 2008 7:07 am

    Halo kak Esther Purba

    Salam kenal kak (mudah-mudahan sebutannya gak salah)…

    Saya sangat tertarik dengan pelestarian danau toba ini. Dan saya siap berpartisipasi untuk membantu usaha pelestarian ini TANPA bayaran. Karena saya sediri sudah merasakan sendiri indah dan kehidupan di pulau samosir.
    Sebenarnya saya orang karo tapi saya lama tinggal di samosir tepatnya di Pangururan..ikut orang tua yang ditugaskan disana…dan sekarang sudah jadi warga samosir karena suami saya asli orang samosir…

    Sudah lama saya cari komunitas atau organisasi yang ada keinginan untuk memperbaiki danau toba ini… saya sangat ingin berperan membantu…
    Saya sangat banyak kenal orang-orang disana yang mungkin bisa membantu rencana kakak ini.

    Mudah-mudahan dengan sedikit bantuan dari aku, bisa menyelamatkan danau toba dan kampung kita yang tercinta ini…

    Kl kakak ingin informasi tentang pangururan (pulau samosir) atau mau menghubungi aku..bisa email ke maris_brs@yahoo.com..
    Dengan senang hati, aku akan bantu..
    Muliate..

    Maris

  11. 22 Mei, 2008 1:47 am

    Desember 2006 kemarin, saya pulang kampung ke Samosir. Apa yang dikatakan teman2 di atas memang benar adanya. Danau Tobaku yang sekarang sudah tidak seindah dengan Danau Tobaku yang dulu. Mau mandi juga takut karna dimana-mana ada eceng gondok dan lumut. Hampir semua pinggiran Danau Toba dipenuhi eceng gondok hingga beberapa meter dari tepi pantai. Memang benar-benar menyedihkan.
    Saya berharap pemerintah Tobasa menggalakkan pelestarian Danau Toba ke masyarakat. dan buat kita-kita yang ada diperantauan, berharap ada sebuah komunitas yang akan menampung segala masukan tentang pelestarian Danau Toba.
    Oya, perkenalkan saya Lanpe lahir dan besar di Samosir tepatnya di Simbolon.
    Tuhan Memberkati Kita Semua. Amin

  12. oktrina permalink
    7 September, 2008 11:19 am

    memang gila sekarang keadaan danau toba… ciptaan Tuhan seperti itu tidak dipergunakan dengan sebaik mungkin.. saya termasuk masyarakat yang tinggal disekitar pesisir danau toba. melihat keadaan danau toba yang sangat tercemar membuat saya merasa sangat sedih..belum lagi perkembangan keramba yang semakin liar membuat semakin tercemarnya danbau toba…
    pelet yang menjadi limbah membuat tak ada lagi kejernihan yang terlihaty di danau itu… ekosistem yang ada dalam danau tobapun mulai terganggu akibat limbah yang dibuat masyrakat sekitar sendiri
    belum lagi pengelolaaan yang tidak efisien yang dilakukan oleh pemerintah setempat.. sekali setahun saja danau toba lebih baik yakni pada saat pesta danau toba saja itupun masih bertujuan meraup untung bagi pelaksananya
    kiranya ini dapat beubah kedepannya
    terima kasih….

  13. Tampubolon permalink
    12 Mei, 2009 7:24 am

    “Bolo dang adong be Aka dongan na olo Pature tao Na ULI i, Ba,hami Aka pangarato sian Samarinda dohot sekitarna ikon mulak laho paturehon huta dohot Tao Toba ki, suang songoni aka dongan pangarato di dia pe, beta hita pature Huta ta be.!!!”

  14. SandesSihombing permalink
    26 Mei, 2009 2:14 pm

    Anggo dang hita ise nai be paturehon Tao Tobai

    **** Botul ma i…

Tinggalkan Balasan ke Ronny Siagian Batalkan balasan